Tuesday, February 28, 2006

Buah Tin, Buah Zaitun

Sebagian besar dari kita pernah mendengar nama buah Tin. Tuhan menyebutnya dalam Al Qur'an di surat At Tin. "Demi buah Tin dan Buah Zaitun...". Tapi seumur-umur, saya belum pernah melihat, apalagi merasakan yang namanya buah Tin. Kalo buah Zaitun, masih mudah untuk kita dapatkan di Jakarta. Tapi buah Tin? dimana ya yang jual? Mungkin ada yang bisa kasih saya info?

Di Tehran, saya sempat mencicipi yang namanya buah Tin. Saat itu acara jamuan makan malam yang diselenggarakan oleh Reserve Bank of Iran (RBI) di klub privatnya yang luas dan eksotis di pinggiran kota Tehran. Bentuk buahnya seperti gabungan antara peach dan kurma. Yang disajikan saat itu adalah buah Tin yang sudah diolah, dibuat seperti manisan. Rasanya masam manis. Seperti kurma tetapi serat buahnya lebih kenyal. Khasiatnya, kata orang-orang Iran, luar biasa bagi kesehatan tubuh. Kalau kita ingin membawa buah Tin sebagai oleh-oleh, hampir semua toko buah di Tehran menjual buah Tin yang sudah dikeringkan. Seperti kurma di Arab, buah Tin begitu mudah didapatkan di Tehran. Selain buah Tin, oleh-oleh yang paling sering dibawa dari Tehran adalah Kacang Pistachio. Iran terkenal sebagai penghasil Pistachio terenak sedunia.


Soal makanan, menu makanan Iran hampir mirip dengan menu makanan di Timur Tengah. Saat saya menghadiri makan malam, menu utamanya seperti Gouzi, tapi jenis kambingnya lebih besar. Satu kambing utuh diletakkan atas meja lengkap dengan, maaf, biji2nya. Kambing ini dipanggang dan disajikan di atas nasi. Selain itu ada ikan hammour, saya kurang jelas namanya, yang besarnya hampir sama dengan kambing itu sendiri. Ikan ini juga disajikan utuh di atas meja, lengkap dengan bumbu-bumbunya.

Tapi yang paling saya sukai dari jamuan itu justru makanan khas Iran. Misalnya nasi yang dimasak pake zaferoni, semacam kunyit gitu, sehingga warnanya kuning. Terus ada kebab dll. Satu lagi ciri khas dari jamuan makan di Iran. Baik pagi, siang, malam, semuanya sama. Kita selalu disajikan yoghurt satu gelas besar. Rasa yoghurtnya luar biasa masam. Tapi orang Iran begitu menikmatinya. Ini sih susu kambing kayaknya. Saya tak pernah sanggup menghabiskan segelas yoghurt. Paling hanya sekedarnya saja, cuma icip-icip. Dan sebagai penutupnya, orang Iran suka sekali memeras buah lemon, menampungnya di sendok, dan meminum perasannya langsung. Katanya siy sehat, bisa melunturkan lemak, atau kolesterol. Logis menurut saya, sebab piring kotor yang berlemak juga mudah dibersihkan dengan Mama Lemon... hehe.

Umm Ali - Ibunya Ali?


Ada satu makanan pencuci mulut yang khas dan selalu disajikan di setiap jamuan makan di Timur Tengah. Namanya Umm Ali. Ini adalah salah satu dessert yang saya nilai wajib coba kalau lagi mampir di Timur Tengah. Padanan Umm Ali di negeri lain adalah puding roti. Dessert ini terbuat dari roti, santan, susu, gula, kismis, pistachio, dan kacang-kacangan lainnya. Rasanya lezat dan segar dicoba pada ujung jamuan.

Kenapa dinamakan Umm Ali? Seorang kawan bercerita tentang kisah-kisah di belakangnya. Ada yang bercerita bahwa suatu malam Ali kelaparan dan meminta makan. Ibunya tak punya apa-apa. Iapun terpaksa memasak dengan bumbu seadanya pada saat itu, yaitu roti, susu, dan gula. Hingga saat ini hidangan yang dibuat Ibunya Ali dikenal dengan nama Umm Ali. Ada lagi kisah Sultan Ottoman Turki yang berhenti di sebuah desa dan meminta warga desa itu untuk memasak makanan terbaik. Tak ada yang mampu membuatkan makanan itu. Juru masak terkenal di desa itu adalah Ibunya Ali. Ialah yang memasakkan makanan itu sehingga kemudian makanan itu dikenal dengan nama Umm Ali. Ada lagi beberapa kisah lainnya. Tapi sebenarnya bukan kisah yang penting, tapi kelezatan dari Umm Ali itu sendiri....

Serabi Terenak Sedunia

Nenek saya tinggal di Solo. Sejak kecil, setiap saya ke Solo, saya tak pernah melewatkan Serabi Notosuman. PERNAH coba serabi legendaris Notosuman? Ini adalah serabi terenak sedunia. Percaya deh. Kalo ke Solo, ini salah satu dari things to try, die die must try. Lebaran 2005 lalu saya kembali merasakan kenikmatan Serabi ini. Kekhasan dari serabi Notosuman adalah cenuk bersantan di tengah serabinya yang terasa lebih gurih dibanding serabi lainnya di muka bumi ini. Barangkali itulah kekhasan serabi Notosuman yang kini ditiru serabi di daerah lain.


Adalah Ny Hoo Gieng Hok yang mengawali usaha itu sejak tahun 1923 di Jalan Veteran. Siapa sangka bahwa dulunya Ny Hok membuat serabi ini secara tidak sengaja karena rencana awalnya ingin membuat apem. Menurut Koran yang ditempel di dinding Notosuman (karena lama nunggu matengnya, saya baca-baca), ''Waktu itu nenek saya diminta membuat apem yang memiliki pinggiran. Jadilah serabi seperti ini, nggak seperti apem yang nggak memiliki pinggiran,'' ujar Ny Lidiawati, generasi ketiga yang kini meneruskan usaha serabi Notosuman. Kekhasan Serabi Notosuman ini sempat membuat Presiden Soekarno memborong untuk suatu acara di Istana, kemudian keluarga cendana apabila berkunjung ke Solo selalu memesan Serabi ini. Di Bank Indonesia bahkan ada cerita tentang Direktur Serabi. Konon, kalau sang Direktur ini ke Solo, para stafnya harus menyediakan serabi notosuman ini. Terkenallah ia dengan nama Direktur Serabi.

Makan Kerbau di Pekalongan

Terinspirasi oleh acara Bango Nusantara-nya pak Bondan mengenai Tauto PPIP di Pekalongan, dalam perjalanan ke Solo beberapa waktu lalu, saya sengaja melewati kota Pekalongan saat makan siang. Tujuan saya cuma satu. Apalagi kalau bukan mencicipi Tauto PPIP Pekalongan di Jalan Dr Wahidin. Setelah berputar-putar dan bertanya ke beberapa orang, akhirnya saya menemukan juga warung tauto itu. Warungnya sangat sederhana, pake tenda, terbuka, dan di pinggir jalan besar lagi. Sebenarnya ada keraguan juga akan cita rasanya jika kita melihat lokasi warungnya. Tapi keinginan besar untuk mencicipi legenda itu memaksa saya memasuki tenda sederhana itu. Ternyata memang saya tidak salah. Rasanya mantap. So delicious.



Semula saya bingung dengan nama Tauto. Soto, Sroto, Coto, Sop, Tauto emang nomenklatur paling kacau yang sering saya dengar dalam kuliner Indonesia. Tauto sebenernya adalah Soto. Orang Pekalongan menyebutnya begitu karena Tauto berasal dari kata Tauco dan Soto. Tauto adalah varian soto dengan kuah semi kental dengan cita rasa tauco. Satu hal yang membuat khas Tauto ini adalah karena ia tidak menggunakan daging sapi atau ayam, tetapi daging Kerbau. Sama seperti beberapa jenis Soto Kudus di Kudusnya sono, daging Kerbau dipilih karena memiliki cita rasa yang khas. Ada juga sih sejarahnya dulu bahwa masyarakat menghormati dan memegang tradisi agama lain yang tidak menyembelih Sapi. Bagi para petualang lidah, tauto ini rasanya sedap nian..... Satu porsinya seharga: Rp.3000. mantap bukan??

Monday, February 27, 2006

Mencicipi Betutu di Bali

Salah satu favoritnya Elsya (seorang kawan, pecinta makanan sejati) setiap berkunjung ke Bali, adalah ayam betutu. Karena sering diajak, akhirnya ayam betutu itu juga menjadi favorit saya. Dalam leksikon kuliner Indonesia, betutu bisa diartikan lauk yang terbuat dari ayam atau bebek utuh yang berisi bumbu, kemudian dipanggang dalam api sekam selama satu malam. Tempat favorit kita kalau makan ayam betutu ada di daerah Renon. Garuda Food Centre namanya. Di Bali memang banyak bertebar restoran ayam betutu. Salah satu produsen betutu yang terkenal adalah desa Melinggih, kecamatan payangan kabupaten Gianyar. Tapi karena kita-kita cocok sama yang satu ini, jadi inilah tempat favorit kita.


Ayam betutu ini dihidangkan bersama plecing kangkung dan sambal matah (mentah). Sambal ini dibuat dari cabe, bawang merah, daun sereh muda, dan kecombrang (bongkot kalo kata orang Bali). Semua diiris halus, terus diremuk (bukan diulek) ke dalam segumpal garam, Terakhir dituangi sedikit minyak jelantah. Keren kan hihi.....

Awalnya saya kurang cocok sama menu ini. Pedesnya kayak setan. Hot like the Devil. Tapi begitu mencoba, setelah bulir-bulir keringat mengucur di dahi, tercapailah puncak kenikmatan dalam makan. Culinary orgasm, istilah kulinarianya. Ini adalah sebuah menu yang mampu membawa kita ke puncak ekstase. Nilai spiritual dari ayam betutu ini juga ada. Orang Bali tak pernah melepaskan makanan dari fungsinya sebagai alat kultural pemujaan pada sang Dewa. Oleh karenanya, keutuhan, kekayaan, dan keseriusan, menjadi penting dalam pemilihan bumbu dan penyajian makanan. Itulah yang membuat betutu ini begitu sempurnanya. Sebenarnya bukan hanya di Bali. Orang Jawa juga mengenal berbagai kawruh (pengetahuan) yang disangkutpautkan dengan makanan. Coba kita lihat pada acara tumpengan. Ada urap sayur yang kacang panjangnya ga boleh dipotong2. Terus tumpeng untuk wilujengan memiliki lauk pauk yang berbeda pada setiap event. Jenis nasinya juga beda-beda, ada nasi liwet, ada nasi kuning, tergantung pada event yang dirayakan. Ada juga yang disajikan dengan daging sapi yang berbumbu manis. Jadi dalam makanan kita, semuanya diberi makna. Dan setiap makna memberi harapan. Harapan akan kehidupan yang lebih baik. Makan betutu di Bali bukan sekedar makan, tapi juga sebuah ritual. Sebuah perjalanan menuju kenikmatan dimana kata tak pernah cukup untuk menjamahnya.

Gouzi nan eksotis


Dalam salah satu kesempatan mengunjungi Jeddah, Arab Saudi, saya diundang menghadiri jamuan makan. Menunya sungguh mendegut ludah. Sayapun kagum dan terpana. Saat itulah saya merasakan eksotisme Timur Tengah di meja makan. Dans ton immensite, aku terpukau di hadapan kemahabesaranMu, begitu kata Voltaire.



Inilah makanan yang Die die must try. Janganlah kita mati dulu sebelum mencicipi kenikmatan yang satu ini. Sangat eksotis. namanya Gouzi. Tertulis di menu adalah stuffed baby lamb. Ini adalah anak domba muda yang dipanggang. Setelah matang, kecoklatan, mlekoh kulit dan lemaknya, domba ini bulet-bulet diletakkan di atas nasi yang dikukus bersama kacang, pistachio, kismis, cengkeh, dan rempah-rempah lainnya. Bagi beberapa orang, makanan ini akan memberi kesan traumatis karena kambing ini disajikan lengkap bersama kepalanya. Anthony Bourdain, pembawa acara a cook's tour, menulis bahwa kambing panggang seperti ini bagai mayat korban kebakaran yang hendak diautopsi. Oleh karenanya, kalau kata om Bondan Winarno, Gouzi masuk ke dalam golongan makanan yang acquired taste, memerlukan pembiasaan dulu sebelum mereguk kenikmatannya.


Tapi kalau kita sudah sampai mereguk kenikmatannya... Sangat sensasional. Dagingnya so tender, manis, dan fluffy, dengan aroma kambing yang subtil. Sebuah pengalaman spiritual kuliner mulai dari mengunyah sampai menelannya. Anda bakal menikmati setiap kunyahan, setiap gigitan, dan setiap regukan bumbunya. Orang Perancis akan mengatakan, Pave d’agneau maroc, you’d love it, you’d come back for more. Keunggulan dari Gouzi ini adalah kelembutan dagingnya. Apabila kita pegang dengan kedua ujung jari kita, begitu terasa kelembutannya. Bahkan menurut juru masaknya, kita tak perlu menggunakan pisau untuk mengambil dagingnya. Cukup dengan sendok. Memang, saya merasakan sendiri kelembutan daging gouzi. Cukup menggunakan sendok untuk mengambil dan memilah-milah daging beserta lemak-lemaknya.

Tertarik?? banyak loh di Jakarta resto yang menyediakan Gouzi ini..