Sunday, September 18, 2011

Berjuta Kejutan di Tokyo Game Show


Bagi para gamers, Tokyo Game Show (TGS) ibarat festival hari raya yang wajib didatangi. Lebih dari 140 stand perusahaan game di Jepang turut tampil dan aneka ragam judul permainan baru diluncurkan. Berjuta kejutan menanti para gamers di ajang permainan elektronik terbesar Jepang, yang diadakan di Makuhari Messe, Tokyo, pada tanggal 15-18 September 2011.

Persinggungan saya dengan “game industry” telah dimulai sejak sekolah dasar. Saat itu saya dibelikan ayah permainan game watch dari Nintendo. Dan sejak itu, saya menjadi seorang “game addict”. Tiada hari tanpa main game. Konsol permainan juga terus berubah sesuai dengan zaman. Baru setelah bekerja dan memiliki anak, waktu saya bermain game banyak berkurang.

Namun hal itu tidak mengurangi minat saya pada berbagai game atau permainan elektronik yang terus berkembang, mulai dari permainan individu hingga ke tipe permainan “social gaming” saat ini. Dan saat Tokyo Game Show 2011 diselenggarakan di Tokyo, semangat gamer sayapun bangkit kembali. Bersama anak (yang sekarang menjadi gamer) kamipun menuju arena TGS 2011.

Sebenarnya saya agak pesimis TGS akan diselenggarakan pada tahun ini. Hal itu mengingat bahwa pascagempa dan tsunami, banyak event internasional yang dibatalkan di Jepang. Namun ternyata TGS tahun ini tetap diselenggarakan, meski dengan berbagai keterbatasan. Beberapa lift dan escalator nampak dimatikan dan penggunaan listrik dikurangi sekitar 25% sehingga di beberapa sudut terlihat gelap.

Industri game Jepang saat ini memang mengalami pukulan yang berat sejak krisis global, terutama setelah bencana alam Maret 2011 lalu. Banyak pengamat memperkirakan bahwa industri game Jepang akan mati.

Namun realitanya tidak demikian. Setidaknya apa yang saya saksikan di TGS 2011 kemarin. Di ajang itu, industri game Jepang masih mengeliat dan menunjukkan giginya. Pihak Sony misalnya, kemarin terlihat mendominasi ajang pameran dengan produk terbarunya Play Station Vita. Ini adalah versi terbaru dari Play Station Portable, yang akan diluncurkan secara resmi pada 17 Desember 2011.

Sony memang mendominasi TGS kali ini. Mereka menggelar lebih dari 80 kios demo untuk PS Vita. Para pengunjung begitu antusias ramai mengantri di kios tersebut guna mencoba PS Vita pertama kalinya. Antrian mencoba PS Vita bisa sampai 90 menit, dengan jatah main hanya selama 10 menit per orang.

Penasaran dengan penampilan PS Vita, saya menyempatkan diri mengantri untuk melihat konsol PS Vita tersebut. Secara umum PS Vita menarik dan menyenangkan, walau ukuran konsolnya masih besar dan relatif tebal. PS Vita memiliki kelebihan berupa layar touch screen, baik di depan maupun di bagian belakang konsolnya. Hal itu memudahkan kita dalam menjalankan permainan yang membutuhkan ketrampilan memanjat.

PS Vita juga telah menyediakan sekitar 40 game baru yang siap dijual bersama dengan konsolnya. Mereka tidak mau mengulangi kesalahan Nintendo 3DS yang pada tahun ini meluncurkan konsol baru, namun tanpa banyak pilihan game.

Di sisi lain, pihak Nintendo sendiri tidak mau ketinggalan. Saya melihat stand Nintendo yang tidak kalah luasnya untuk mempromosikan Nintendo 3DS yang berkemampuan layar tiga dimensi. Sementara itu, di belakang Sony dan Nintendo, Xbox 360 keluaran Microsoft, mencoba untuk bertahan di pasar Jepang. Meski Microsoft nampak kesulitan dalam bersaing di pasar Jepang, penggemar fanatiknya masih cukup signifikan.

Di sisi industri game, banyak perusahaan game Jepang yang saat ini sedang berupaya keras untuk bangkit pascakrisis. Nintendo, perusahaan game terbesar Jepang, yang berbasis di Kyoto, untuk pertama kalinya mencatat kerugian pada tahun ini. Pangsa pasar Nintendo menyusut seperlima dari biasanya. Lesunya ekonomi Jepang, terus menguatnya mata uang Yen, dan krisis global, menjadi beberapa faktor yang menyebabkan kerugian tersebut.

Padahal, selama ini Nintendo adalah perusahaan game paling menguntungkan di Jepang dengan rata-rata keuntungan sekitar 2,5-6,5 miliar dolar AS pertahunnya. Namun di triwulan pertama 2011 ini, mereka telah merugi 377 juta dolar AS dan pangsa pasarnya terus menurun.

Sementara itu, perusahaan software game Jepang seperti Konami, Gree, Dena, berupaya bangkit dari kerugian mereka tahun ini. Selain karena krisis, kerugian berbagai perusahaan tersebut juga disebabkan ketatnya persaingan dengan industri game dari barat seperti Activision dan EA .

TGS 2011 menjadi tantangan terbuka pada industri gaming di dunia barat. Selain di Tokyo, ada dua ajang pameran game (game expo) internasional utama di dunia. Mereka adalah America’s Electronic Entertainment Expo (atau E3), yang biasanya diadakan sekitar bulan Mei/Juni. Dan satu lagi adalah Gamescom, yang diadakan di Cologne, Jerman, pada bulan Agustus.

Hal menarik lainnya di ajang TGS kali ini adalah penampilan cosplay (costume player) di berbagai sudut pameran. Cosplay adalah penampilan artistik dari anak-anak muda Jepang dengan mengenakan kostum ataupun aksesoris dari berbagai figur di film maupun game-game animasi.

Berbagai penampilan cosplay yang keren-keren tampak bermunculan di ajang TGS kemarin. Ada yang tampil model Naruto, Dynasty Warrior, Zelda, Mario Bros, dan banyak lagi tokoh animasi lainnya. Para pengunjung dan wartawan dari berbagai negara bergiliran mengabadikan penampilan para artis cosplay tersebut. Saya jadi berpikir, mungkin kalau saya membawa seragam sarung dan peci bisa disangka pemeran cosplay juga karena keunikannya.

Dari tahun ke tahun, penampilan cosplay di TGS ini semakin besar dan menarik perhatian para pengunjung. Inilah kelebihan dari ajang pameran game, ketimbang pameran dagang. Di pameran game, kreativitas dan kegilaan menjadi prasyarat utama.

Dengan TGS 2011 ini, Jepang berusaha menyampaikan pesan pada dunia, bahwa industri game mereka masih eksis. Memang, selain terkenal dengan berbagai kecanggihan tekhnologinya, Jepang menjadikan industri musik, hiburan, game, animasi, kartun manga, dan cosplay, sebagai bagian dari “soft diplomacy” dan kekayaan ekspornya ke mancanegara. Kelebihan itulah yang menjadikan Jepang tetap bertahan sebagai negara maju.

Labels: