Tak Semua Nasi itu Sama
Rambut boleh sama hitam, tapi pikiran bisa berbeda. Pun demikian dengan beras. Warna beras boleh sama putihnya, tapi soal rasa, nanti dulu. Dari beraneka ragam beras putih di dunia ini, beras Jepang adalah salah satu yang terbaik. Rasanya pulen, plump, moist, dan teksturnya pas. Sebagaimana di Indonesia, beras juga menjadi makanan pokok masyarakat Jepang. Sebagai makanan pokok, orang Jepang tentu sangat memerhatikan kualitas dan kelezatan dari berasnya. Jangankan untuk makanan pokok, untuk hal-hal kecil saja orang Jepang sangat memerhatikan kualitas kan? Apalagi untuk berasnya.
Namun, tak semua beras Jepang itu juga sama. Dari semua beras Jepang yang enak, masih bisa dibeda-bedakan lagi tergantung pada daerah penanaman, maupun musim panennya. Dan, musim gugur kemarin adalah saat yang tepat untuk mencicipi beras Jepang. Musim gugur adalah musim panen beras di Jepang. Beras Jepang yang diproduksi pada musim itu, adalah beras terbaik yang ada di Jepang. Beras itu juga terasa lebih lezat dibanding beras pada bulan-bulan lainnya.
Orang Jepang menyebut beras yang baru dipanen tersebut dengan nama shinmai. Shin merujuk pada bahasa Jepang yang berarti baru. Shin digunakan juga untuk menyebut sesuatu yang baru atau beginner. Menurut Kementrian Pertanian Jepang, hanya beras yang dipanen dan dijual pada tahun yang sama bisa disebut shinmai. Kalau ia sudah melewati tahunnya, ia disebut dengan beras lama (komai). Meski lama, beras komai masih boleh dijual dan dipasarkan dengan standar tertentu.
Beras shinmai ini muncul di supermarket sejak awal musim gugur hingga akhir tahun. Masa-masa 3 bulan itu adalah masa “the best” dari beras Jepang baru panen. Oleh karenanya, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencicipi beras shinmai ini.
Dari berbagai jenis yang ada, favorit saya adalah beras koshihikari yang dipanen di daerah Niigata. Karena daerah Niigata merupakan daerah pertanian, maka rasa berasnya tentu jagoan. Kalau anda sensitif terhadap beras, tentu dapat merasakan beda antara nasi yang diproduksi dari beras shinmai atau nasi yang diproduksi dari beras komai.
Meski keduanya bisa sama-sama pulen, kelembutan teksturnya berbeda. Perbedaannya memang tipis, namun kalau sudah mencicipi shinmai, anda akan merasakan efek “aha” dari kelembutannya. Shinmai memiliki tekstur kepulenan yang lebih terasa dibanding beras biasa. Kesegarannya melekat di langit-langit mulut.
Cara terbaik menguji kelezatan nasi dari beras shinmai adalah memakannya “as it is”. Satu piring atau bowl nasi, cukup taburi dengan sedikit nori atau ikan teri. Tak perlu lauk pauk. Cobalah. Saat saya memakannya, hhmmmmppphhh, inilah nasi terenak yang pernah saya rasakan. Begitu lembut dan nikmat. Lupakan dulu lauk pauk, tetaplah pada keminimalan rasa nasi. Anda akan menemukan kelezatan yang tak tepermanai. Ingin coba model lainnya, cobalah dalam bentuk onigiri atau nasi sekepal yang dibungkus nori (rumput laut). Nasinya terasa lezat karena bercampur dengan nori dan tentu saja topping yang digunakan.
Sebelumnya, saya tidak percaya legenda Dewi Sri sebagai Dewi Padi. Tapi setelah mencicipi beras shinmai, saya merasakan seolah Dewi Sri itu benar-benar ada. Dan di beras shinmai inilah, Dewi Sri mengejawantah. Hmmmmpph.
Salam beras shinmai.
Namun, tak semua beras Jepang itu juga sama. Dari semua beras Jepang yang enak, masih bisa dibeda-bedakan lagi tergantung pada daerah penanaman, maupun musim panennya. Dan, musim gugur kemarin adalah saat yang tepat untuk mencicipi beras Jepang. Musim gugur adalah musim panen beras di Jepang. Beras Jepang yang diproduksi pada musim itu, adalah beras terbaik yang ada di Jepang. Beras itu juga terasa lebih lezat dibanding beras pada bulan-bulan lainnya.
Orang Jepang menyebut beras yang baru dipanen tersebut dengan nama shinmai. Shin merujuk pada bahasa Jepang yang berarti baru. Shin digunakan juga untuk menyebut sesuatu yang baru atau beginner. Menurut Kementrian Pertanian Jepang, hanya beras yang dipanen dan dijual pada tahun yang sama bisa disebut shinmai. Kalau ia sudah melewati tahunnya, ia disebut dengan beras lama (komai). Meski lama, beras komai masih boleh dijual dan dipasarkan dengan standar tertentu.
Beras shinmai ini muncul di supermarket sejak awal musim gugur hingga akhir tahun. Masa-masa 3 bulan itu adalah masa “the best” dari beras Jepang baru panen. Oleh karenanya, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencicipi beras shinmai ini.
Dari berbagai jenis yang ada, favorit saya adalah beras koshihikari yang dipanen di daerah Niigata. Karena daerah Niigata merupakan daerah pertanian, maka rasa berasnya tentu jagoan. Kalau anda sensitif terhadap beras, tentu dapat merasakan beda antara nasi yang diproduksi dari beras shinmai atau nasi yang diproduksi dari beras komai.
Meski keduanya bisa sama-sama pulen, kelembutan teksturnya berbeda. Perbedaannya memang tipis, namun kalau sudah mencicipi shinmai, anda akan merasakan efek “aha” dari kelembutannya. Shinmai memiliki tekstur kepulenan yang lebih terasa dibanding beras biasa. Kesegarannya melekat di langit-langit mulut.
Cara terbaik menguji kelezatan nasi dari beras shinmai adalah memakannya “as it is”. Satu piring atau bowl nasi, cukup taburi dengan sedikit nori atau ikan teri. Tak perlu lauk pauk. Cobalah. Saat saya memakannya, hhmmmmppphhh, inilah nasi terenak yang pernah saya rasakan. Begitu lembut dan nikmat. Lupakan dulu lauk pauk, tetaplah pada keminimalan rasa nasi. Anda akan menemukan kelezatan yang tak tepermanai. Ingin coba model lainnya, cobalah dalam bentuk onigiri atau nasi sekepal yang dibungkus nori (rumput laut). Nasinya terasa lezat karena bercampur dengan nori dan tentu saja topping yang digunakan.
Sebelumnya, saya tidak percaya legenda Dewi Sri sebagai Dewi Padi. Tapi setelah mencicipi beras shinmai, saya merasakan seolah Dewi Sri itu benar-benar ada. Dan di beras shinmai inilah, Dewi Sri mengejawantah. Hmmmmpph.
Salam beras shinmai.
Labels: Beras Shinmai
0 Comments:
Post a Comment
<< Home