Gardenia, Surga Kecil Tomohon
Dalam buku “10,000 places to see before you die”, mungkin nama Tomohon tak tercatat. Tapi bagi saya, ia adalah satu dari sekian titik kehidupan yang perlu dikunjungi. Tomohon adalah dataran tinggi di Provinsi Sulawesi Utara yang berjarak tempuh sekitar 30-45 menit dari kota Manado. Karena lokasinya di pegunungan, Tomohon juga terkenal sebagai kota bunga. Parade bunga adalah ritual tahunannya, seperti di Pasadena. Bunga berbagai rupa dan warna memeriahkan jalan-jalan di kota Tomohon. Mampirlah ke Gardenia, sebuah villa rumah yang sungguh asri dan penuh hati. Villa homestay yang terletak di tanah seluas 6 hektar ini berada antara kaki gunung Lokon dan gunung Mahabu. Pemandangannya luar biasa. Kebun bunganya beraneka warna. Bapak Leonard dan Ibu Bernadeth Ratulangi adalah pemilik villa tersebut. Villa ini menyediakan penginapan dalam bentuk bungalows yang dibuat dari kayu dengan arsitektur khas minahasa. Sembari duduk di beranda, ataupun mencicipi makanan di restoran, kita dapat menyaksikan pemandangan gunung Lokon dan Mahabu secara bersamaan. Cantik sekali.
Bapak dan Ibu Ratulangi menerima secara personal setiap tamunya. Hari itu, saya diajak oleh beberapa Opa, Prof Adrian Lapian dan Mr Ambassador Kartadjoemena, hadir untuk merasakan kenikmatan masakan ibu Bernadeth. Mereka bicara dalam bahasa Belanda, menghisap pipa, dan menghirup segelas wine. Sementara saya, dalam kekaguman, menikmati sajian masakan tuan rumah. Ibu Bernadeth memang kadang memasak sendiri hidangan bagi para tamunya. Beliau dulu adalah lulusan sekolah perhotelan di Swiss dan menjadi salah satu “guru” dari tokoh kuliner William Wongso. Malam itu sajiannya adalah lumpia goreng, sayur bayam, salad kebun (maksudnya bahan diambil dari kebun), grilled meat, dan kue-kue jajanan manado. Sayur bayamnya minimalis, terdiri hanya dari kuah bening dan bayam. Tapi rasanya tak seminimal tampilannya. Kaldu kuahnya sangat khas. Grilled sea food, ayam, dan sliced beef, mengisi main course kami. Kalau jauh-jauh hari memberi kabar, ibu Bernadeth akan menyiapkan “cheese fondue” spesialisasinya yang lezatnya tak terkira. Rangkaian “menu degustation” ini, terasa nikmat di lidah. Inilah “home where the heart is”, atau "the food lover's home". Semua disajikan dari hati yang terdalam. Keindahan lanskapnya, kenikmatan sajiannya, keramahan pemiliknya, tak akan lekang dimakan waktu. Itulah Gardenia di kota Tomohon.
Siang hari, sempatkan juga mampir ke pasar “uji nyali” Tomohon. Itulah pasar tradisional yang menyajikan “Bizzare Foods”. Segala mahluk dijual dan dimakan di pasar itu (demi kesantunan, mohon maaf untuk tidak menampilkan foto karena khawatir mengganggu selera makan tuan dan nyonya sekalian). Kelelawar atau paniki adalah makanan tersohor di pasar ini. Banyak tersebar dan digantung-gantung. Lihat juga daging tikus pohon yang besar dan “katanya” lezat. Di tusuk sate satu demi satu. Daging tikus ini bisa disajikan dengan dipanggang atau digoreng. Ada juga daging ular, kucing, anjing, dan tentu, babi yang banyak bergelimpangan. Semua disajikan di pasar Tomohon. Secara berkelakar, seorang kawan yang ikut mengatakan bahwa Tomohon tak akan pernah punya kebun binatang. Karena tentu, semuanya akan lebih dulu disajikan di pasar. Menarik. Inilah festival bizzare food Tomohon. Di balik keindahan dan keasrian lanskap pegunungan, Tomohon menyimpan keunikan tersendiri.
Bapak dan Ibu Ratulangi menerima secara personal setiap tamunya. Hari itu, saya diajak oleh beberapa Opa, Prof Adrian Lapian dan Mr Ambassador Kartadjoemena, hadir untuk merasakan kenikmatan masakan ibu Bernadeth. Mereka bicara dalam bahasa Belanda, menghisap pipa, dan menghirup segelas wine. Sementara saya, dalam kekaguman, menikmati sajian masakan tuan rumah. Ibu Bernadeth memang kadang memasak sendiri hidangan bagi para tamunya. Beliau dulu adalah lulusan sekolah perhotelan di Swiss dan menjadi salah satu “guru” dari tokoh kuliner William Wongso. Malam itu sajiannya adalah lumpia goreng, sayur bayam, salad kebun (maksudnya bahan diambil dari kebun), grilled meat, dan kue-kue jajanan manado. Sayur bayamnya minimalis, terdiri hanya dari kuah bening dan bayam. Tapi rasanya tak seminimal tampilannya. Kaldu kuahnya sangat khas. Grilled sea food, ayam, dan sliced beef, mengisi main course kami. Kalau jauh-jauh hari memberi kabar, ibu Bernadeth akan menyiapkan “cheese fondue” spesialisasinya yang lezatnya tak terkira. Rangkaian “menu degustation” ini, terasa nikmat di lidah. Inilah “home where the heart is”, atau "the food lover's home". Semua disajikan dari hati yang terdalam. Keindahan lanskapnya, kenikmatan sajiannya, keramahan pemiliknya, tak akan lekang dimakan waktu. Itulah Gardenia di kota Tomohon.
Siang hari, sempatkan juga mampir ke pasar “uji nyali” Tomohon. Itulah pasar tradisional yang menyajikan “Bizzare Foods”. Segala mahluk dijual dan dimakan di pasar itu (demi kesantunan, mohon maaf untuk tidak menampilkan foto karena khawatir mengganggu selera makan tuan dan nyonya sekalian). Kelelawar atau paniki adalah makanan tersohor di pasar ini. Banyak tersebar dan digantung-gantung. Lihat juga daging tikus pohon yang besar dan “katanya” lezat. Di tusuk sate satu demi satu. Daging tikus ini bisa disajikan dengan dipanggang atau digoreng. Ada juga daging ular, kucing, anjing, dan tentu, babi yang banyak bergelimpangan. Semua disajikan di pasar Tomohon. Secara berkelakar, seorang kawan yang ikut mengatakan bahwa Tomohon tak akan pernah punya kebun binatang. Karena tentu, semuanya akan lebih dulu disajikan di pasar. Menarik. Inilah festival bizzare food Tomohon. Di balik keindahan dan keasrian lanskap pegunungan, Tomohon menyimpan keunikan tersendiri.