World-Class Gourmet Cuisine at 10,000 m
Penerbangan antar negara, atau antar benua, adalah laku yang bisa membosankan. Tapi laku itu juga bisa menyenangkan kalau kita rajin mengamati berbagai hal selama perjalanan. Satu hal yang sering saya catat adalah sajian makan di pesawat (inflight meals). Singapore Airlines masih menempati posisi jagoan untuk hal ini. Baru-baru ini SQ memiliki program baru berkaitan dengan menu penerbangan yang dinamakan “Book The Cook”. Program ini memungkinkan para penumpang untuk memesan di muka, menu yang akan disajikan selama penerbangan. Singapore Airlines memiliki 8 juru masak handal dari berbagai negara untuk duduk sebagai International Culinary Panel. Mereka bertugas mendesain dan menciptakan inflight meals yang unik untuk disajikan di Singapore Airlines. Harapannya adalah agar penumpang dapat merasakan menu restoran kelas atas – di ketinggian 10,000 meter. Salah satu chef yang duduk dalam panel itu adalah Matthew Moran. Ia adalah chef terkenal di Australia dan pernah mendapat penghargaan dari Sidney Morning Herald.
Perjalanan Dubai – Singapore menjadi salah satu pembuktian kehebatan para ahli masak tersebut. Appetizer yang disajikan adalah “Prawn and Scallop in Balsamic and Fennel Salad”. Menurut saya rasanya cukup berbumbu dan lezat. Udangnya segar dan scallopnya terasa hidup dalam kuluman lidah. Untuk main course-nya ada tiga pilihan, grilled beef, marinated chicken, dan duck leg. Saya sengaja memilih duck leg dengan alasan bahwa memasak bebek butuh penanganan khusus. Apabila bebek disajikan sempurna, maka menu lain biasanya mengikuti. Judul menunya “Spiced Duck Leg in A Honey Citrus Sauce with Roasted Vegetables and Potatoes”. Sekali lagi menu ini patut “dipoedjikan”. Daging bebeknya empuk, bumbunya terasa sampai ke tulang-tulangnya. Dalam perjalanan lain, saya pernah mencoba juga “Grilled beef with black peppercorn sauced, roasted vegetables, and gratin potatoes”. Kemudian yang juga mengesankan adalah sajian daging domba pada perjalanan Singapore – Jakarta. Namanya “Seared Lamb in Shallot-Rosemary Gravy with Stewed Vegetables and Mashed Potatoes”. Sungguh sebuah upaya yang serius dari SQ untuk meningkatkan pelayanan mereka. Pelajaran yang saya lihat adalah bahwa keseriusan bukan dilihat dari hal-hal besar, tapi bagaimana kita melakukan hal-hal kecil dengan kesungguhan hati.
Tapi rupanya tak semua orang sependapat dengan saya soal menikmati inflight meals selama penerbangan. Grace, wanita muda singapura manis yang duduk di sebelah saya, mengatakan bahwa yang penting selama penerbangan adalah selimut dan bantal. Ketika pesawat mulai terbang, tidurlah. What do you expect at 10,000 m, katanya. Menu makanan jelas lebih enak di restoran. Pilihannya pun lebih banyak. Di satu sisi, saya sependapat dengan Grace. Tapi dalam perjalanan saat itu, Grace tampak lupa dengan kata-katanya. Ia tak terlihat tidur sama sekali. Sebaliknya, ia justru menikmati menu makanan, dan yang jelas menikmati pembicaraan dengan saya, mulai dari pekerjaan, film, dan yang terpenting…. ya makanan hehe…
Perjalanan Dubai – Singapore menjadi salah satu pembuktian kehebatan para ahli masak tersebut. Appetizer yang disajikan adalah “Prawn and Scallop in Balsamic and Fennel Salad”. Menurut saya rasanya cukup berbumbu dan lezat. Udangnya segar dan scallopnya terasa hidup dalam kuluman lidah. Untuk main course-nya ada tiga pilihan, grilled beef, marinated chicken, dan duck leg. Saya sengaja memilih duck leg dengan alasan bahwa memasak bebek butuh penanganan khusus. Apabila bebek disajikan sempurna, maka menu lain biasanya mengikuti. Judul menunya “Spiced Duck Leg in A Honey Citrus Sauce with Roasted Vegetables and Potatoes”. Sekali lagi menu ini patut “dipoedjikan”. Daging bebeknya empuk, bumbunya terasa sampai ke tulang-tulangnya. Dalam perjalanan lain, saya pernah mencoba juga “Grilled beef with black peppercorn sauced, roasted vegetables, and gratin potatoes”. Kemudian yang juga mengesankan adalah sajian daging domba pada perjalanan Singapore – Jakarta. Namanya “Seared Lamb in Shallot-Rosemary Gravy with Stewed Vegetables and Mashed Potatoes”. Sungguh sebuah upaya yang serius dari SQ untuk meningkatkan pelayanan mereka. Pelajaran yang saya lihat adalah bahwa keseriusan bukan dilihat dari hal-hal besar, tapi bagaimana kita melakukan hal-hal kecil dengan kesungguhan hati.
Tapi rupanya tak semua orang sependapat dengan saya soal menikmati inflight meals selama penerbangan. Grace, wanita muda singapura manis yang duduk di sebelah saya, mengatakan bahwa yang penting selama penerbangan adalah selimut dan bantal. Ketika pesawat mulai terbang, tidurlah. What do you expect at 10,000 m, katanya. Menu makanan jelas lebih enak di restoran. Pilihannya pun lebih banyak. Di satu sisi, saya sependapat dengan Grace. Tapi dalam perjalanan saat itu, Grace tampak lupa dengan kata-katanya. Ia tak terlihat tidur sama sekali. Sebaliknya, ia justru menikmati menu makanan, dan yang jelas menikmati pembicaraan dengan saya, mulai dari pekerjaan, film, dan yang terpenting…. ya makanan hehe…
0 Comments:
Post a Comment
<< Home